Wednesday, February 18, 2009

Sponge Bob The Movie: Representasi Dinamika Organisasi

Oleh: Ida Anggraeni Ananda

ida_fikomumb@yahoo.com


Dipublikasikan pada Jurnal Reputasi Vol 1.No.1 Oktober 2006


Abstrak

Film dapat membawa kita pada penggambaran sebuah realita dalam hal ini adalah realita sebuah organisasi. Melalui kisah Sponge Bob, kita dikenalkan dengan organisasi mulai dari apa itu organisasi, apakah yang dimaksud dengan reputasi organisasi, apa saja yang membuat organisasi menjadi besar, serta masalah-masalah yang terjadi di organisasi serta bagaimana cara mengatasinya.


Who lives in pineapple under the sea…Sponge Bob Square pants

Absorbent and yellow and porous is he… Sponge Bob Square pants

If nautical nonsenses. Be something you wish …Sponge Bob Square pants

Then drop on the deck. A flop like a fish … Sponge Bob Square pants

Siapa yang tidak kenal dengan lagu di atas, setiap hari pagi dan sore, diputar di salah satu stasiun Televisi di Indonesia dan mungkin di seluruh dunia..

The sea, so mysterious, so beautiful,so wet…. Our story begin in Bikini Bottom’s popular undersea eatery… The Krusty Crab Restaurant

Organizational Background

Ya di sinilah representasi ini dimulai. Jauh di bawah sana ada sebuah restoran ternama, dengan produk unggulan Crabby Patty, The Krusty Crab Restaurant. Pemiliknya adalah seorang mantan pelaut yang dikenal dengan nama Mr.Krab (kepiting) . Mr.Krab dengan identitas tidak diketahui apakah dia sudah menikah atau belum, tapi punya anak yang memiliki bentuk ikan dan tentu saja berbeda dengan dia. Pada film ini si anak tidak diceritakan. Mr.Krab adalah seorang owner yang pelit dan orientasi dirinya adalah uang. Pada film Ini kesukaannya akan uang tersebut diceritakan secara jelas. Ia diceritakan akan membuka cabang restoran baru di sebelah restoran miliknya. Ia ditanya oleh wartawan, mengapa ia hendak membuka cabang baru.. jawabannya adalah For money…because I Love money…

Lakon lain selain Mr.Krab adalah si Squidward, seekor gurita tetapi tidak suka jika dipanggil Mr.Gurita. Ia adalah karyawan yang oportunis, bekerja seadanya tidak perlu terlalu keras tetapi yang penting ada pekerjaan. Dikatakan dia adalah oportunis, secara lebih detail lagi akan dibahas dalam cerita selanjutnya.

Pelakon utama, seperti halnya judul film.. Sponge Bob The Movie… adalah Sponge Bob, sebuah sponge berwarna kuning. Identitas juga tidak terlalu jelas, tetapi dapat diandaikan bahwa ia adalah seorang pemuda tanggung yang bekerja sebagai koki perusahaan. Pada cerita di film yang lain dijelaskan bahwa Sponge Bob mendapatkan pekerjaan sebagai koki bukan karena kebetulan tetapi memang karena ia memiliki ketrampilan memasak dan melalui ketrampilannya, ia memenangkan “golden spatula” (alat/sendok untuk menggoreng terbuat dari emas).

Berikutnya, kita kenal ada Patrick Star sebuah bintang laut, tetangga Sponge Bob sekaligus kawan dalam suka dan duka Sponge Bob, juga sebagai lakon “pelengkap penderita” dalam kisah ini tetapi dengan kehadirannya, life is more colorful.

Bikini Bottom adalah sebuah komunitas sosial seperti halnya di daratan. Mereka tinggal dalam satu kota, saling bertetangga dan restoran Krusty ada di dalamnya. Wajar jika dianggap restoran tersebut adalah sebuah organisasi bahkan sebuah organisasi profit. Jika kita merujuk pada definisi apa itu organisasi. Salah satu definisi yang dapat diambil adalah definisi Stephen P.Robbins tentang oganisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Robbins, 1994;4).

Krusty Crab Restaurant yang selanjutnya akan disebut sebagai KCR, adalah sebuah kesatuan sosial yang terdiri dari (meskipun hanya) tiga orang dalam sebuah perusahaan makanan. Restoran tersebut dikelola oleh pemiliknya dengan tujuan yang jelas yaitu uang. Sponge Bob, Squidward dan Mr.Crab sendiri adalah anggota dalam organisasi tersebut, yang bersama-sama ingin mewujudkan tujuannya masing-masing. Posisi mereka sebagai karyawan, bukan hanya numpang makan atau numpang bekerja tetapi mereka berhubungan dalam jangka waktu yang relatif permanen.

Selain bersandar pada definisi, hal lain yang mengukuhkan bahwa KCR adalah sebuah organisasi, dapat dilihat dari unsur atau elemen organisasi yang dipenuhi oleh KCR. Elemen atau organisasi terdiri Struktur Sosial: pola atau aspek aturan hubungan yang ada antar partisipan di dalam organisasi. Siapa berhubungan dengan siapa, siapa ada di bawah siapa, apa norma yang digunakan dalam organisasi dan bagaimana mereka harus berlaku dalam struktur, tergambar jelas dalam organisasi KCR. Pedoman organisasi;merupakan serangkaian pernyataan yang mempengaruhi,mengendalikan dan memberikan arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil keputusan atau tindakan. Pedoman organisasi terdiri atas pernyatan seperti cita-cita, misi, tujuan, strategi,kebijakan, prosedur dan aturan. Partisipan: adalah individu–individu yang memberikan kontribusi kepada organisasi. Tujuan: Tujuan merupakan titik sentral, merupakan konsepsi akhir yang diinginkan oleh organisasi dan ini berusaha dipenuhi oleh partisipan/pekerja melalui performa aktifitas mereka. Teknologi/Sumber Daya Alam: Merupakan penggunaan mesin, pengetahuan teknik dan ketrampilan dari partisipan/karyawan. Tiap organisasi memiliki teknologi dalam melakukan pekerjaannya tetapi bervariasi dalam teknik atau aplikasinya. Ini sangat dipengaruhi oleh apa yang diproduksinya. Lingkungan: Setiap organisasi berada pada keadaan fisik tertentu, teknologi dan kebudayaan dan lingkungan sosial dan organisasi tersebut harus menyesuaikan dengannya. Selanjutnya dinamika organisasi KCR akan digambarkan dalam kronologi sesuai dalam film seperti berikut ini.

The Promotion Day

Krusty the Popular Undersea Eatary

Suatu hari, seiring dengan rencana pembukaan cabang baru, Mr.Krab berencana akan mengumumkan siapa kepala cabang atau manajer dari KCR II. Sponge Bob (sangat antusias) dan juga Squidward (meskipun secara tidak terang-terangan) keduanya menginginkan jabatan tersebut. Siapa yang tidak tertarik menjadi manajer di sebuah perusahaan yang memiliki reputasi positif?

Pada hari yang berbahagia tersebut, Mr.Krab menyelenggarakan acara pembukaan secara besar – besaran. Ia mengundang wartawan untuk melakukan liputan langsung, “mengundang” warga (karena harus membayar dengan harga tiket yang tidak sama) untuk hadir. Dari sini tampak bahwa reputasi organisasi tersebut cukup OK, kenyataannya wartawan dari sebuah media terkenal mau datang dan warga pun mau datang pada acara tersebut, meskipun harus membayar. Dari kasus ini tampak bahwa reputasi memang mahal harganya. Lalu sebetulnya apa itu reputasi?

Jika shakespeare mengatakan what’s in a name, mungkin kita dapat menginterpretasikannya dalam hal yang berbeda. Mereka yang secara ontologis menganggap objektifitas adalah segala-galanya mungkin menganggap nama bukan berarti apa-apa, dan itu tidak penting. Seorang subjektifis mungkin akan memandang lain, nama memiliki arti karena nama adalah kreasi si pemberi nama. Melalui nama sesuatu dapat dikenali dan nama memberikan kita status yang legal dan nama membedakan kita dari yang lain.

Charles J.Fombrun dalam Reputation menggambarkan hubungan antara identitas perusahaan, nama, image dan reputasi. Identitas perusahaan digambarkan sebagai the set of value and principles employees and managers associate with company. Identitas perusahaan, disosialisasikan atau tidak, itu merupakan sebuah gambaran pemahaman bagaimana karyawan akan bekerja, bagaimana produk akan dibuat, bagaimana stakeholders akan dilayani,dll. Identitas perusahaan diturunkan dari pengalaman perusahaan sejak berdiri, merupakan akumulasi prestasi dan cacat yang telah dibuat selama ini (Frombun, 1996;36).

Beberapa dari kita mengenal perusahaan dari namanya dan dari berbagai kegiatan yang dilakukannya. Kegiatan dari perusahaan tersebut selanjutnya kita interpretasikan. Hasil interpretasi tersebut bisa berupa images positif atau kurang positif tentang perusahaan. Kadang-kadang citra perusahaan (corporate image) secara akurat merupakan cermin dari identitas perusahaan (tetapi kadang-kadang tidak juga karena perusahaan kadang-kadang “memanipulasi” image itu dengan cara promosi, iklan, dll, juga bisa disebabkan rumor yang berkembang, statement tidak resmi dari anggota organisasi, dll).

Reputasi perusahaan terbangun dari semua images itu. Frombun mengutip dari American Heritage Dictionary bahwa reputasi adalah Overall estimation in which a company is held by constituent. (Keseluruhan estimasi tentang organisasi yang dimiliki/dilakukan oleh konstituen). A corporate reputation represent the”net”affective or emotional reaction-good or bad, weak or strong-of customers, investors, employees and the general public to the company’s name.

Reputasi perusahaan merepresentasikan “jaringan” reaksi afektif atau emosional baik itu reaksi baik atau buruk, kuat atau lemah dari konsumen, investor, karyawan dan publik terhadap nama perusahaan (Frombun, 1996;37). Paparan tersebut dipermudah dengan gambar sebagai berikut

Gambar 1: From Identity To Reputation

Frombun, 1996;37

KCR…..Seindah Warna Aslinya?

Jika tadi oleh Frombun disebutkan bahwa biasanya citra perusahaan setara atau merupakan cerminan dari identitas perusahaan. Identitas perusahaan merupakan cerminan atau gambaran pemahaman bagaimana karyawan akan bekerja, cerminan bagaimana produk akan dibuat, cerminan bagaimana stakeholders akan dilayani, dll. Apakah demikian pula yang terjadi pada KCR?


Berbicara mengenai bagaimana cerminan atau identitas organisasi maka kita masuk dalam pembahasan Cultur atau Budaya dan Budaya Organisasi. Menurut Gareth Morgan dalam Images of Organization dikatakan bahwa jika kita berbicara tentang budaya maka kita membahas sebuah sistem sosial yaitu pengetahuan, ideologi, nilai, aturan dan ritual yang berlaku setiap hari dalam organisasi (Morgan, 1986; 112). Berbicara tentang budaya tentu saja antara budaya satu dengan yang lainnya berbeda karena seperti diketahui masing-masing sejarah membawa implikasi kepada terbentuknya karakteristik budaya yang berbeda – beda.

Ada 3 elemen mengenai budaya yaitu:

  • Sebuah sistem berbagi arti
  • Yang diekspresikan melalui bentuk simbol (simbol, ritual, cerita, mitos)
  • Yang diyakini bersama oleh sekelompok orang.

Budaya adalah sebuah kreasi manusia yang muncul/ada karena mereka dipertemukan atas tujuan yang sama. Budaya ada karena anggotanya mampu bekerjasama satu dengan yang lainnya dan budaya mempengaruhi perilaku anggotanya. Organisasi adalah bentuk masyarakat mini yang memiliki pola budaya dan sub budaya yang berbeda. Budaya Organisasi dipahami sebagai :

  • Nilai dominan yang didukung oleh organisasi
  • Falsafah yang menuntun kebijakan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan
  • pekerjaan dilakukan di tempat itu
  • Asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi
  • Sistem pengertian yang diterima bersama
  • Pola kepercayaan, ritual, mitos serta praktek – praktek yang telah berkembang lama dalam organisasi

Meskipun kita sedang membahas organisasi sebagai budaya dan budaya organisasi tetapi uniknya KCR bukanlah organisasi yang digambarkan sebagai organisasi dengan pendekatan budaya. Membahas tentang budaya di atas hanyalah membantu kita kepada logika bahwa KCR adalah sebuah sistem sosial berbentuk organisasi, mereka memiliki budaya dan memiliki budaya organisasi. Melalui pengetahuan, ideologi, nilai, aturan dan ritual yang berlaku setiap hari dalam organisasi, kita dapat membedah bagaimana sesungguhnya dinamika yang terjadi dalam film ini.

KCR lebih tepat dilihat sebagai organisasi mesin yang mekanistis. Dikenali dengan Images of Organizationnya Gareth Morgan terlihat ciri – ciri tersebut bahwa terbukti dari bagaimana mereka menjalankan operasinya sebagai restoran fast food, sebagai organisasi yang rutin, efisien, terpercaya dan predictable. Organisasi yang mekanistis melihat organisasi atau dari bahasa Yunani organon adalah alat (tools atau instrument), oleh karena itu ide tentang tugas, goals, aims dan objectives menjadi sebuah konsep dasar. Mereka bertugas membuat Krabby patty yang terenak dengan tujuan mendatangkan uang sebanyak-banyaknya bagi owner. Bahkan dalam mimpinya, satu hari sebelum promosi tiba, Sponge Bob bermimpi dengan seragam dan peralatan lengkap tukang, ia membereskan masalah Krabby yang tidak ada kejunya. Pada cerita tersebut ia berhasil “menukangi” masalah dengan membuat Krabby Cheese yang menjadi andalan KCR.

Desain organisasi dan manajemen menggambarkan desain organisasi klasik. Ini tampak dengan merencanakan membuka cabang ke II, meskipun didirikan di sebelah KCR I tetapi memerlukan manajer khusus ini berarti sebagai owner Mr Krab sangat menerapkan cara berpikir pentingnya Unity of command, scalar chain, span of control (sama seperti KCR I dengan jumlah orang yang hanya 3). Prinsip – prinsip itu menandakan dianutnya teori manajemen klasik oleh KCR.

Sebagai seorang leader, Mr.Krab adalah leader yang otoriter. Jika kita lihat rantai siapa melapor kepada siapa, dan bagaimana ia mengelola anak buahnya, gaya manajemen Likert yang 1 adalah sistem manajemen dan kepemimpinan yang dianutnya. Manajemen tidak memilki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Iklim yang diakibatkan dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman, hukuman. Komunikasi lebih dari atas ke bawah. Bawahan tidak mempercayai pesan yang beredar dan beberapa informasi ke atas cenderung tidak akurat. Pengambilan keputusan dari atas. Manajemen cenderung mengontrol dan mengarahkan/mengatur bawahan. Hasil dari semua ini adalah munculnya organisasi informal dalam perusahaan yang bertujuan berbeda dengan tujuan perusahaan.

Organisasi ini kurang berfokus pada manusia. Jika kita ingat pembagian masa teori organisasi dan manajemen maka kita akan ingat nama – nama Elton Mayo sebagai pencetus teori human relations organization dan Bakke and Argyris. Sadar akan adanya masalah dalam organisasi yang berhubungan dengan struktur dan birokrasi maka Bakke menyarankan suatu proses fusi. Bakke berpendapat bahwa pada tahap tertentu organisasi mempengaruhi individu dan pada saat yang sama individu mempengaruhi organisasi.Hasilnya adalah organisasi dipersonalkan oleh setiap individu/pegawai dan individu-individu disosialisasikan oleh organisasi.

Argyris menyempurnakan teori tersebut, Kadang-kadang organisasi memiliki tujuan yang berlawanan dengan organisasi tersebut (biasanya terjadi dan sangat berhubungan dengan kematangan individu). Para pegawai mengalami frustasi akibat ketidaksesuksesan ini dan akhirnya keluar atau tetap tinggal dengan sikap acuh/apatis dan biasanya mereka tidak akan berharap banyak dari apa yang dikerjakannya.

Selanjutnya, menurut teori lain, salah satu hal yang dapat membuat anggota/karyawan tetap merasa betah adalah dengan memotivasi mereka dan atau mengenal motivasi mereka dalam bekerja. Motivasi atau motif/ kebutuhan / desakan/ keinginan atau dorongan adalah kata yang sering digunakan untuk menyebut kata motivasi. motivasi bisa bersumber dari dalam diri orang atau bersumber dari luar diri orang.

Adapun sebetulnya asal kata motivasi adalah movere dari bahasa Latin yang sama dengan to move dalam bahasa Inggris yang berarti menggerakkan atau mendorong.Berdasarkan asal kata tersebut ada yang mendefinisikan motivasi sebagai

  • Keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
  • Motivasi merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang memberi daya, memberi arah dan memelihara tingkah laku.

Atasan dan karyawan sering memiliki persepsi yang berbeda tentang hal-hal yang mampu memotivasi seseorang. Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan perbedaan tersebut.

Tabel 1. Perbedaan Persepsi Atasan-Bawahan Tentang Motivasi


Pace,Wayne, 1993;-


Hal ini terjadi di KCR. Sponge Bob yang merasa dirinya turut membesarkan KCR yakin ia layak menjadi manajer. Ia tahu benar siapa rivalnya. Rivalnya adalah Squidward yang digambarkan self moving nya sebagai mahkluk yang lamban, egois, tidak peduli pada ingkungan, dan moody. Sponge Bob sangat bersemangat mengikuti acara pembukaan itu bahkan kawannya Patrick Star telah menyiapkan acara khusus untuk merayakan pengangkatan Sponge Bob menjadi manajer. Ternyata yang terjadi …..

Anna Wahl dalam Invisible management (Sjostrand, 2001; 126-148) menyatakan bahwa studi tentang kepemimpinan menggambarkan kepemimpinan yang baik seharusnya bebas dari bias gender. Struktur gender dalam organisasi di sini dipengaruhi oleh strukur gender dalam masyarakat yang menyatakan laki-laki atau kelompok yang kuat adalah superior dan wanita atau kaum yang lemah adalah subordinate. Dominasi kepemimpinan laki-laki dalam organisasi dipandang sebagai sesuatu yang normal bahkan wajar. Dominasi ini akan terjadi tergantung dari cara pandang orang-orang dalam oganisasi (terutama para manajer atau CEO) tentang konsep kepemimpinan dan konsep wanita/pria.

Wanita sering dipandang sebagai “lacking”, kurang kompeten, kurang kuat, kurang kemauan, kurang percaya diri dan kurang-kurang lainnya yang dibutuhkan dalam kriteria seorang pemimpin. Bahkan kadang – kadang pembedaan ini bukan pada wanita dan pria tetapi pada kelompok minoritas yang lain.

Ini terjadi pada Sponge Bob. Ia yang sudah sangat “pede” akan diangkat menjadi manajer ternyata …TIDAK.. hanya karena alasan ia adalah anak kecil, ia kurang …. Mr.Krab pun tidak dapat mendefinisikan apa kekurangannya dan alasannya sesuai dengan konsep pemimpin yang dimilikinya, pemimpin adalah MAN ager sehingga harus memiliki hal-hal selayaknya seorang MAN. Sponge Bob dianggapnya terlalu muda, jadi kalau ia dijadikan manajer maka sebutan yang tepat untuknya adalah KID ager.

Prediksi Bakke dan Argyris tepat, Sponge Bob pun menjadi frustrasi. Untungnya frustrasinya tidak menjadi berkepanjangan. Pilihan seorang karyawan untuk keluar atau menetap di oganisasi dengan keputusasaan, perlu dicermati oleh organisasi, jika tidak menginginkan mereka menjadi duri dalam organisasi.

Reputation, Competitiveness and External Threat

Mr.Plankton The Competitor

Semakin tinggi pohon semakin kencang anginnya. Pepatah ini tampaknya berlaku pula bagi KCR. Reputasi positif dan publikasi gencar tentang cabang baru membuat Mr.Plankton panas dingin. Mr.Plankton adalah juga pemilik usaha Patty tetapi tidak pernah laku padahal jika ditilik dari teknologi, Mr.Plankton adalah jagonya.

Sadar atau tidak, kompetisi bagi sebuah organisasi selalu ada. Ini adalah resiko dari anggota sebuah sistem, ia ada di sebuah lingkungan dan mau tidak mau pasti berhubungan dengan organisasi lain dan tidak tertutup kemungkinan mereka memiliki core product yang sama.

Setiap organisasi berinteraksi dengan pihak lain dari lingkungannya. Hall dalam Mulford mendefinisikan lingkungan sebagai pengaruh umum dan spesifik organisasi. Aldrich dalam Mulford mengatakan bahwa lingkungan adalah sebagai sumber dari sumberdaya bagi organisasi dan juga sebagai sumber informasi. Pada saat lingkungan dipandang sebagai sumber dari sumber daya maka kata kunci yang digunakan dalam berhubungan dengannya adalah dependency, pertukaran sumberdaya, kekuatan yang relatif, kontrol dukungan sumber daya dan hasil dari transaksi antar organisasi. Sedangkan lingkungan sebagai informasi menunjuk kepada akuisisi informasi mengenai elemen pada sistem eksternal (Mulford, 1984; 9).

Pada level lingkungan eksternal organisasi, Mulford menunjukkan unit analisa yang cukup memadai tentang organisasi dan lingkungannya. Dalam menjalin hubungan ke luar organisasi level pertama adalah level Dyadics Relations yaitu hubungan organisasi dan organisasi dan Larger Collectivities yaitu antar organisasi. Yang dimaksudkan dengan hubungan antara organisasi di sini adalah hubungan antar individu dengan individu lain di luar organisasi maupun group dengan group lain di luar organisasi dan hubungan di antara organisasi – organisasi itu. Hubungan tersebut dapat terjadi baik formal maupun informal, baik jangka pendek maupun panjang.

Eric Eisenberg dalam Cheney membedakannya hubungan antar organisasi berdasarkan tipe dan levelnya. Tipe diidentikkan dengan material dan informasi. Material merujuk pada alur pertukaran fisik (uang, barang, sumber daya manusia) sedangkan informasi adalah pertukaran simbolis seperti data, ide atau kesepakatan bersama. Sedangkan pada level sebuah hubungan Eisenberg membedakan atas institusional, representative maupun personnel. Institusional berarti hubungan yang merujuk pada pertukaran material atau informasi antar organisasi tanpa melibatkan tugas atau personality dari organisasi misalnya transfer data. Representative berarti ada perwakilan organisasi yang saling melakukan kontak dan hubungan dan biasanya ini dilakukan oleh boundary spanner dari sebuah organisasi. Hubungan dalam level personal berarti hubungan individu dalam organisasi untuk saling bertukar informasi maupun material bukan dalam kapasitas sebagai perwakilan dari organisasi. Sebagai contoh adalah keterlibatan salah satu anggota sebagai anggota atau pengurus dalam organisasi profesi (Cheney, 2004;167)

Hubungan antar organisasi baik dyadic maupun kolektif dibuat berdasarkan beberapa alasan termasuk di dalamnya alasan strategis, institusional, simbolis maupun personal. Meskipun hubungan bervariasi dalam intensitas, tingkat keterbukaan, luasnya kolaborasi, kebanyakan ditujukan untuk meningkatkan keterlibatan banyak pihak dengan cara mensinergikan sumber daya individual, strategies maupun ketrampilan. Beberapa penulis dalam Cheney sepakat bahwa hubungan dibangun adalah untuk meminimalisir resiko dan ketidakpastian lingkungan serta mengembangkan sumber daya baik material maupun informasi sebagai dasar pengambilan keputusan dan aksi. Bahkan tidak jarang perencanaan dan strategi sebuah perusahaan saat ini dibuat berdasarkan inputan dari organisasi lain yang mungkin pernah memiliki masalah yang lebih besar dari yang dialami organisasi tersebut dan organisasi mitra atau role modelnya itu berhasil menyelesaikan masalahnya dengan baik (Cheney, 2004;162)

Masih dalam Cheney dikatakan bahwa interorganizational relationship dapat dibedakan menjadi dua yaitu symbiotic dan pooling (Cheney, 2004;162). Pada Hubungan yang simbiosis (symbiotic), partner melakukan hubungan dengan cara mengkombinasikan produk, sumber daya serta kemampuan yang tidak saling dimiliki. Selain itu hubungan simbiosis juga sering ditandai dengan melibatkan organisasi publik seperti misalnya universitas melakukan kerjasama dengan industri, pemerintah, dan pihak lain untuk mengembangkan inovasi, dll. Sedangkan pooling relationship berlaku sebaliknya. Mereka justru mensinergikan kemampuan dalam hal yang sama misalnya core product yang sama.

Membangun kerjasama dengan organisasi lain bukan hal yang mudah apalagi jika organisasi berada dalam lingkungan dengan kondisi dan kesejarahan yang memiliki trust rendah. Nilai dasar yang dimiliki oleh organisasi dalam berhubungan tidak tumbuh begitu saja dan tidak mudah membagi nilai dengan pihak lain.

Begitu menyenangkannya jika tidak ada kompetisi antar organisasi, atau jika taraf trust yang sama dimiliki oleh setiap organisasi tetapi tidak demikian dengan Mr.Plankton. Morgan menyatakan ada sumber Power yang dimiliki organisasi. Di antaranya adalah Otoritas formal, Kontrol Sumberdaya, Pemanfaatan struktur, aturan dan tata cara organisasi, Kontrol proses pengambilan keputusan, Kontrol boundary, Kemampuan mengatasi ketidakpastian, Kontrol teknologi, Kontrol konterorganisasi, Simbolisme dan pengelolaan arti, gender serta pengelolaan gender relations, faktor struktural penentu aksi, kekuatan yang sungguh dimiliki organisasi serta Aliansi interpersonal, jaringan serta kontrol melalui organisasi informal (Morgan, 1986;159). Plankton memilih yang terakhir. Etzioni dalam A Sociological Reader on Complex Organization menawarkan ada 4 strategi yang dapat dipilih oleh sebuah organisasi untuk berhubungan dengan organisasi lain atau untuk mengantisipasi kondisi sosial yang berubah. Strategi tersebut adalah strategi kooperatif, strategi disruptif, strategi manipulatif dan strategi otoritatif (Etzioni, 1980; 360-364). Menggunakan strategi disruptif dan manipulatif adalah pilihannya. Mr.Plankton memanfaatkan akses kepada pemerintah/raja dan kelemahan raja yaitu “kegilaan atas tahta”. Mr.Plankton membuat manuver issue bahwa Mr.Krab mencuri mahkota raja. Di titik inilah krisis dimulai.

Krisis Reputasi dan Perjalanan Panjang Mengembalikan Reputasi

Yes,It is a Turning Point

Issue kunci manajemen reputasi adalah mempertahankannya. Ada jargon yang mengingatkan kita bahwa menjaga lebih sulit daripada mendapatkan, itu adalah benar. Jika sebuah reputasi yang telah dibangun runtuh maka untuk membangunnya kembali sungguh memerlukan sebuah perjuangan panjang.

Krisis menurut Gary Davies dalam Corporate Reputation and Competitiveness adalah sebuah atau serangkaian peristiwa yang dapat mengakibatkan rusaknya reputasi perusahaan (Davies, 2003;99). Banyak alasan terjadinya sebuah krisis salah satunya adalah sabotase, dan ini jugalah yang melanda KCR. Sabotase yang dilakukan oleh Mr.Plankton sudah sangat buruknya hingga raja datang dan membekukan Mr.Krab. Dapat dibayangkan jika tingkat krisis itu sudah melanda hingga ke tingkat CEO, CEO kita sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi, lalu apa yang harus dilakukan?

Sudah menjadi standar dalam Public Relations bahwa langkah pertama untuk menghadapi krisis adalah membangun tim manajemen krisis, melatih mereka untuk menjalankan aksi sesuai Crisis Management Plan (CMP) yang sudah dibangun. Krisis seperti pencuri, datangnya tidak dapat ditebak dan celakanya tidak semua organisasi memiliki CMP.

Belajar dari pengalaman, Davis menyimpulkan ada beberapa hal-hal umum tentang krisis dan ini mencakup perlakuan terhadap semua tahapan krisis. Adapun hal-hal umum yang muncul pada krisis adalah (Davis, 2003; 122) :

  1. Seluruh organisasi harus merencanakan kemungkinan penanganan krisis.
  2. Berdasarkan analisa resiko, lakukan identifikasi potensi krisis yang mungkin akan melanda organisasi
  3. Beberapa issue bukannya tidak dapat diprediksi, terutama yang sering secara teknis muncul di media.
  4. Seluruh organisasi harus memiliki Crisis Management Plan dimana didalamnya termasuk panitia/tim penanggulang krisis.
  5. Pada saat krisis, berita harus diorganisir, dipoolkan pada satu sumber
  6. Jangan biarkan media turut campur. Jika berita, data atau kondisi belum pasti, tahankan untuk tidak membuat pernyataan.
  7. Krisis adalah masa-masa penuh emosi. Response yang sangat rasional tidak cukup untuk memproteksi reputasi. Lakukan hal-hal satu langkah kedepan misalnya untuk meraih simpati pihak lain.
  8. Semakin besar krisis semakin besar tanggunjawab CEO dalam menangani krisis.
  9. Perusahaan besar dapat mudah diserang oleh pressure group. Jawaban yang akan disampaikan perlu didiskusikan dengan pressure group atau group yang lain yang dipandang mampu menyelesaikan masalah.
  10. Jika dikelola dengan baik, pengelolaan krisis jangka pendek yang tampaknya mahal menjadi tidak terlalu berarti jika dibandingkan dengan pengaruh jangka panjangnya

Seperti ini jugalah kondisi KCR. Setelah diidentifikasi, masalahnya tidak mudah. Ada berita bahwa mahkota kerajaan sudah dijual di Shell City. Berdasarkan rumor, Shell City adalah kota antah berantah, jarang orang bisa sampai kesana karena di perjalanan menuju kota itu sangat banyak penjahat yang siap merampok bahkan membunuh. Inilah sebuah titik balik. Jika dijalani, jalan di depan serba tidak jelas dan menurut rumor tidak mungkin diselesaikan, tetapi jika diselesaikan hasil juga tidak jelas, siapa yang berani bertaruh untuk mati bagi perusahaan?? Yes, it is A Turning Point.

Long, Long Journey

Meskipun tidak memiliki Crisis Management Planning, penanganan krisis siap dilakukan. Yang akan melakukan tentunya Tim Krisis. Siapa mereka. Anggota organisasi hanya 3 (tiga) orang, Mr.Crab sudah dibekukan, jadi hanya ada Squidward dan Sponge Bob. Squidward seperti yang ditokohkan adalah seorang yang oportunis, memilih tidak ikut serta. Berbahagialah perusahaan itu masih memiliki karyawan yang loyal yaitu Sponge Bob. Akhirnya Sponge Bob dan Patricklah yang pergi sebagai tim krisis. Hati-hati dalam memilih tim krisis. Pilih dan latih mereka, jika tidak.. yang akan terjadi adalah masalah dapat menjadi lebih runyam. Patrick adalah orang luar yang seharusnya tidak masuk dalam tim itu, tetapi karena darurat, sumber daya manusia kurang maka ia dilibatkan. Lihatlah apa yang terjadi.. negosiasi yang salah dilakukan oleh Patrick si outsiders. Waktu 10 (sepuluh hari) yang diberikan oleh sang raja menjadi 6 (enam hari) akibat negosiasi imprompt, anggota tim yang tidak dididik.

Perjalanan menyelesaikan sebuah krisis tidaklah mudah. Perjalanan panjang dan karena CMP yang tidak ada, maka wajarlah jika semua diselesaikan dengan tertatih-tatih. Tim hanya memanfaatkan sumberdaya yang ada, sebagai tools mereka naik kendaraan burger pergi ke Shell City. Toh mengendarai burger tidak perlu SIM.

Identifikasi masalah serta allert early warning system yang tidak pernah dilakukan, (ternyata selama ini Reputation Measurement tidak pernah dijalankan) menjadi pelajaran berharga bagi mereka. Mereka bergerak hanya mengandalkan keberanian saja. Resikonya, tidak mudah dalam sekejap dan dalam kondisi di bawah tekanan, memilih mana peluang dan mana ancaman. Pada film ini digambarkan, di tengah perjalanan yang sangat melelahkan. Di tengah jalan Patrick melihat ada kedai Ice cream cuma-cuma. Sponge Bob berniat memanfaatkan peluang untuk mendapatkan ice cream gratis.. ternyata kedai itu adalah…jebakan…

Memang benar dalam melakukan perjalanan mengelola krisis, menjaga komunikasi adalah sesuatu yang sangat penting. Mereka tidak diperbolehkan sembarangan bicara. Sembarangan bicara berarti fatal. Ada contoh kasus yang secara eksentrik menggambarkan perlunya mengelola komunikasi baik verbal maupun non verbal dalam penanggulangan krisis. Satu kasus komunikasi verbal, pada saat mereka ada di satu kota, mereka masuk ke dalam bar para gangster dengan tujuan mengambil kunci kendaraan mereka yang dicuri. Sambil menunggu kesempatan, mereka bermain-main gelembung sabun. Ternyata dalam kelompok itu ada aturan siapa yang bermain-main dengan gelembung sabun akan dihukum karena bermain gelembung dianggap menurunkan martabat para gangster. Untuk uji kejujuran mereka dites dengan diperdengarkan lagu Goofy Goober, sebuah lagu klub ice cream yang menggambarkan sifat kekanak-kanakan suatu kelompok. Sponge Bob dan Patrick, meskipun mereka sangat “ngefans” dengan lagu itu, tetap menjaga mulut erat-erat untuk tidak menyanyi… dalam kasus ini mereka selamat.

Kasus komunikasi yang kedua, karena mereka tahu budaya para gangster, mereka mampu meniru simbol non verbal yang menunjukkan bahwa mereka adalah masuk dalam kelompok gangster… Non verbal ditunjukkan … para gangster mengira mereka adalah anggotanya…mereka selamat dari kasus yang lain…

Benar juga jika dikatakan dalam krisis ada emosi. Terbayang dengan jelas, suatu perusahaan yang dilanda krisis pastilah anggotanya berada dalam kondisi ketidakpastian. Kondisi ketidakpastian tentang berbagai hal pasti sangat memicu emosi. Pengendalian emosi dalam menghadapi krisis sangat penting. Tidak jarang dalam menghadapi krisis, motivasi untuk berjuang turun. Di sinilah kita membutuhkan pihak lain untuk menyemangati kita. Pada saat Sponge Bob dan Patrick mengalami motivasi yang menurun, sentuhan pihak lainpun dinantikan. Putri raja yang kebetulan baik hati,membantu mereka menyemangati dengan cara meyakinkan bahwa mereka adalah laki-laki sejati. Meyakinkan orang yang sedang dalam kondisi di bawah tekanan tidaklah mudah. Bantuan dari pihak lain sangat diperlukan, dalam bentuk apapun.

Prinsip third part endorsement sebagai cara kerja Public Relations, perlu diterapkan. Pada saat mengalami krisis, apapun yang kita sampaikan tidak akan pernah didengar orang. Kita membutuhkan pihak-pihak lain yang mau dan mampu menjadi endorser bagi perusahaan kita.

Prinsip lain menurut Davis, CEO memiliki peran penting dalam mengelola krisis. Jika penanganan krisis belum direncanakan dengan baik, CEO tidak ada satupun yang boleh lepas tangan dari masalah ini. Uji coba berbagai strategi harus dilakukan. Ukuran keberhasilan sebuah program harus diperjelas. Monitoring keadaan harus disiagakan. Dalam hal ini singkatnya dapat dikatakan .. tim tidak boleh anti terhadap pengukuran termasuk di dalamnya evaluasi.

Pada taraf normal apalagi dalam taraf krisis seperti ini, membangun komitmen CEO tidaklah mudah. Jika dalam kasus organisasi, yang seharusnya dijadikan komandan komunikasi adalah PR, dalam menangani krisis, PR pun seharusnya menjadi bagian dalam tim itu. Kenyataannya, tidak semua orang percaya dengan PR bahkan manajemen kurang komit dengan adanya PR. Pada tulisan kali ini, mengenai kurangnya komitemen CEO terhadap PR tidak akan dibahas terlalu jauh. Kembali lagi pada permasalahan di atas, bagaimana cara membangun komitmen CEO dalam menangani krisis?

Terry Hannington dalam How to Measure and Manage Your Corporate Reputation, meskipun tidak secara spesifik tentang krisis, mengajukan dalil yang dapat diterima yaitu Perlunya menyajikan ekspektasi/harapan yang realistis. Psikologi manusia menyatakan bahwa orang tidak akan menghargai orang yang terlalu muluk dalam berjanji tetapi tidak mampu menepati. Lebih baik menjanjikan sedikit tetapi melakukan banyak daripada sebaliknya (Hannington, 2004;76). Bagaimana menjanjikan sesuatu yang realistis? Sekali lagi jawabannya adalah ukuran !!

End of The Story

Cerita ini memang berakhir bahagia. Tim krisis mampu menyelesaikan masalah JIT (Just in time) dalam 6 hari 5 menit 27,5 detik. Happy ending setting, raja mengampuni Mr.Krab, memulihkan nama baiknya, menghukum siapa yang bersalah, memberi penghargaan kepada yang berhasil. Tidak semua organisasi mampu melalui krisis apalagi mengembalikan reputasi seperti semula. Seperti prinsip umum ke sepuluh dari Davis, jika dikelola dengan baik, pengelolaan krisis jangka pendek yang tampaknya mahal menjadi tidak terlalu berarti jika dibandingkan dengan pengaruh jangka panjangnya. Reputation isn’t build in a day…but it can be also fade away..!!

Penutup

Berbahagialah kita dimediasi dengan berbagai macam sumber belajar, diantaranya adalah film. Meskipun beberapa mungkin berpendapat itu semua hanya Gothak, gathuk mathuk (dipas – paskan saja) tetapi whatever … dikembalikan kepada tujuan semula.. melalui film ini kita dimudahkan untuk melihat sebuah representasi dinamika organisasi.

Penang, Juli 2006

Ida A Ananda

Pustaka

  • Cheney, George, etal, Organizational Communication in an Age of Globalization, Waveland, Illinois, 2004
  • Davies, Garry, Corporate Reputation and Competitiveness, Routledge, London and New York, 2003
  • Etzioni, Amitai & Edward W.Lehman, A Sociological Reader On Complex Organization, Holt,Rinehart and Winston, New York, 1980
  • Fombrun, Charles J, Reputation:Realizing value from The Corporate Change, Harvard Bussiness School Press, USA, 1996
  • Hannington, Terry, How To Measure and Manage Your Corporate Reputation, Gower, England,2004
  • Morgan, Gareth, Images of Organization, Sage Publication, USA, 1986
  • Mulford, Charles L, Interorganizational Relations Implications for Community Development, Human Sciences Press, New York,1984
  • Myers, M.,Tolela, dan Gail E.Myers, Managing By Communication an Organizational Approach, Mc.Graw Hill, Kogakusha, 1982
  • Robbins, Stephen P, Jusuf Udaya (alih bahasa), Teori Organisasi Struktur,Desain dan Aplikasi, Arcan, Jakarta, 1994
  • Sjostrand, Eric,et al, Invisible Management: The Social Construction of Leadership, Thomson Learning, London, 2001